HUT RI ke-79: Berbeda dan Terpisah Tak Menjadikan Halangan untuk Tetap Harmonis
10 bulan yang lalu
Argosari, 8 September 2024 Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79, Kalurahan Argosari menggelar acara Kirab Budaya Argosari yang berlangsung meriah selama dua hari, mulai dari tanggal 7 hingga 8 September 2024. Kegiatan ini bukan hanya menjadi ajang perayaan semangat kemerdekaan, tetapi juga sebagai upaya nyata untuk melestarikan dan merayakan kekayaan budaya lokal yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Argosari.
Acara ini melibatkan partisipasi aktif dari seluruh warga Kalurahan Argosari dan berhasil menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah. Melalui kirab budaya ini, masyarakat tidak hanya merayakan kemerdekaan, tetapi juga memperkenalkan potensi budaya daerah kepada dunia luar.
Hari Pertama: Penampilan Budaya Tradisional yang Memikat
Acara dimulai pada hari pertama, 7 September 2024, di Lapangan Kridasari, yang dipenuhi oleh warga yang antusias. Sejak pukul 14.00 WIB, kegiatan dimeriahkan dengan berbagai penampilan seni budaya tradisional yang memperlihatkan kekayaan budaya daerah. Tarian daerah yang anggun, penampilan hadroh yang menggetarkan, serta pertunjukan seni ketoprak yang menghibur menyemarakkan suasana.
Salah satu penampilan yang menarik perhatian adalah Gejog Lesung, sebuah tradisi musik yang mengandalkan alat pemukul lesung sebagai instrumen musik. Pertunjukan ini menjadi simbol semangat gotong royong masyarakat dalam merayakan kemerdekaan.
Namun, puncak acara pada hari pertama adalah penampilan Grup Kethoprak Krida Budaya Mudha Budaya, yang berkolaborasi dengan pamong Kalurahan Argosari. Dengan lakon yang mengangkat cerita lokal, grup tersebut berhasil menyuguhkan pertunjukan yang memikat hati penonton, menciptakan suasana yang penuh kekhidmatan sekaligus menghibur.
"Acara ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengenalkan kembali budaya lokal kepada generasi muda. Kami berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut dan semakin banyak masyarakat yang peduli pada pelestarian budaya kita." kata Suwarno, salah satu penggiat seni budaya di Argosari.
Hari Kedua: Pawai Budaya yang Memukau dan Grebeg Gunungan
Pada hari kedua, 8 September 2024, kirab budaya dimulai tepat pukul 13.00 WIB dengan pawai yang diikuti oleh 13 padukuhan dari Kalurahan Argosari, meliputi Kalijoho, Klangon, Tapen, Botokan, Gunung Mojo, Jambon, Tonalan, Gayam, Jaten, Gubug, Sedayu, Pedusan, dan Jurug. Pawai dimulai dari bekas SD Inpres dan berakhir di Lapangan Kridasari, dengan jarak tempuh sekitar 1,7 kilometer.
Setiap padukuhan menampilkan kreativitas mereka dalam berarak-arak dengan kostum tradisional yang khas, ogoh-ogoh, serta arak-arakan gunungan yang menjadi daya tarik utama. "Ini adalah kesempatan bagi setiap padukuhan untuk menampilkan kebanggaan budaya mereka. Selain itu, kirab ini juga menjadi media untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga, yang membuat acara semakin semarak." ujar Ibu Rini, salah satu warga dari Padukuhan Gubug yang turut serta dalam pawai.
Keragaman budaya yang ditampilkan dalam kirab ini memukau masyarakat yang menonton. Masing-masing padukuhan menunjukkan ciri khas mereka, baik dalam bentuk kostum, alat musik tradisional, maupun penampilan seni lainnya, yang memberikan nuansa yang penuh warna dan keceriaan.
Puncak dari kirab budaya ini adalah Grebeg Gunungan, yang dilakukan di Lapangan Kridasari. Setelah seluruh arak-arakan gunungan tiba di lapangan, acara dilanjutkan dengan doa bersama, yang dipimpin oleh para tokoh masyarakat. Doa tersebut dipanjatkan sebagai harapan untuk keselamatan, kelimpahan rezeki, serta keberkahan bagi seluruh warga Argosari. Setelah itu, gunungan yang berisi hasil bumi dan pangan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang hadir sebagai simbol keberkahan yang akan membawa kemakmuran bagi desa.
"Grebeg Gunungan ini bukan hanya tradisi, tetapi juga bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi yang melimpah. Ini adalah tradisi yang menyatukan kita semua, tanpa membedakan status sosial." ujar Suyanto, seorang tokoh masyarakat setempat yang turut serta dalam doa bersama.
Dampak Positif Kirab Budaya bagi Masyarakat Argosari
Kirab Budaya Argosari bukan hanya sekadar perayaan tahunan, tetapi juga memberikan dampak yang sangat positif bagi masyarakat. Kegiatan ini melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat dalam persiapan dan pelaksanaannya. Dengan adanya kirab ini, pelestarian budaya lokal tetap terjaga, sementara rasa kebersamaan dan persatuan antarwarga semakin erat.
Selain itu, acara ini juga membuka peluang bagi pemberdayaan ekonomi lokal. Selama kirab, terdapat pameran kerajinan tangan dan produk-produk lokal yang menjadi daya tarik bagi pengunjung. Beberapa pedagang kecil dan pengrajin lokal pun mendapat kesempatan untuk memasarkan produk mereka, yang tentunya dapat meningkatkan ekonomi lokal.
"Kirab ini juga memberikan peluang besar bagi sektor pariwisata. Kehadiran wisatawan dari berbagai daerah menambah semarak acara ini dan mendukung ekonomi lokal. Ini adalah bukti bahwa tradisi dan pariwisata dapat berjalan berdampingan." ujar Eko Santoso, pengusaha lokal yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut.
Melestarikan Budaya untuk Generasi Mendatang
Kirab Budaya Argosari adalah contoh nyata bagaimana sebuah tradisi dapat dilestarikan di tengah arus modernisasi. Dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, acara ini tidak hanya merayakan kekayaan budaya Jawa, tetapi juga memperkuat ikatan sosial yang ada, serta mendukung sektor ekonomi lokal. Kirab ini membuktikan bahwa meskipun zaman terus berkembang, budaya lokal tetap dapat menjadi bagian penting dalam membangun persatuan dan kemajuan masyarakat.
"Kirab budaya ini adalah warisan yang harus kita jaga bersama. Kami berharap ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain untuk terus menjaga dan merayakan kekayaan budaya mereka." kata Haryono, Kepala Kalurahan Argosari, yang menutup rangkaian acara dengan penuh harapan.
Berikan Komentar