Tentang Gubug
Padukuhan Gubug memiliki kekayaan sejarah dan budaya yang dalam, mencerminkan perjuangan masyarakatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Komitmen untuk mengembangkan potensi lokal dan melestarikan warisan budaya menjadikan Gubug sebagai simbol ketahanan dan semangat komunitas yang hidup dalam diri penduduknya.
Visi & Misi
Visi kami, "Gumregah Makarya, Guyub Nata Karya" mencerminkan semangat
gotong-royong dan keberdayaan masyarakat dalam menciptakan karya yang bermakna. Dalam
misi kami yakni :
1. Mewujudkan masyarakat yang harmonis dan bahu-membahu dalam menjunjung
tinggi nilai kebersamaan.
2. Menyediakan ruang tumbuh bagi kreativitas dan inovasi di dalam
masyarakat.
3. Membangun kolaborasi antar komunitas, pelaku usaha dan
masyarakat.
4. Mendukung Keberlanjutan Ekonomi Lokal.
5. Mendukung modernisasi dan digitalisasi guna menciptakan lingkungan yang maju dan
berdaya saing.
Sejarah Gubug
Berada disalah satu sudut Daerah Istimewa Yogyakarta, Padukuhan Gubug merupakan bagian internal dari Desa Argosari. Dengan luas mencapai 53,46 hektar, padukuhan ini terbagi menjadi 4 Rukun Tetangga dan terdiri dari beberapa pemukiman yaitu Gubug, Ngingas, Tempuran, Ngentak, Sidander, dan Mangiran. Padukuhan ini tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang mempesona, namun juga menjadi salah satu saksi sejarah yang menarik. Kisah padukuhan ini dimulai pada tahun 1779, ketika seorang tokoh yang bernama Kyai Mangun Warso memutuskan untuk menetap di daerah ini.
Nama “Gubug” sendiri berasal dari rumah sederhana yang didirikan oleh Kyai Mangun Warso di tepi sungai. Kyai Mangun Warso bukan hanya perintis daerah ini, namun juga seorang pejuang yang turut berkontribusi dalam Perang Diponegoro, bahu membahu dengan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda. Semangat juang ini tidak hanya hidup di dalam diri Kyai Mangun Warso, tetapi juga tertanam dalam setiap sudut Padukuhan Gubug, termasuk Goa Gubug yang pernah menjadi tempat persembunyian strategis selama peperangan.
Perkembangan Padukuhan Gubug ini tidak bisa dipisahkan dari Kampung Ngingas, yang menjadi rumah bagi setengah populasi padukuhan. Nama “Ngingas” sendiri berasal dari pohon Ingas yang dulu tumbuh subur di daerah tersebut. Kampung ini dirintis oleh Kyai Cokrodikromo, tokoh yang menjadi cikal bakal masyarakat Ngingas. Dalam perjalanannya, Ngingas pernah menghadapi krisis air yang mengancam keberlangsungan hidup penduduknya. Namun, berkat keberadaan Belik Ngingas dan Sumur Kawak, masyarakat berhasil mengatasi permasalahan ini.
Kisah Padukuhan Gubug ini merupakan potret kecil namun berkesan mengenai semangat juang dan ketangguhan masyarakat Indonesia. Dari perjuangan melawan penjajahan hingga upaya mengatasi krisis sumber daya alam, sejarah daerah ini menjadi cermin bagi generasi sekarang tentang pentingnya persatuan dan keteguhan dalam menghadapi berbagai tantangan. Padukuhan Gubug, dengan segala kisah di baliknya, bukan hanya sebuah nama di atas peta, namun juga simbol keberanian dan kegigihan yang terus hidup dalam sanubari penduduknya hingga kini.
Geografis Gubug
Padukuhan Gubug merupakan salah satu padukuhan yang termasuk dalam wilayah administratif Desa Argosari. Area Padukuhan Gubug memiliki luas sekitar 53,46 hektar. Secara administratif, wilayah ini terbagi menjadi 4 Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 049, 050, 051, dan 052. Selain itu, Padukuhan Gubug juga terdiri dari beberapa permukiman utama meliputi Gubug, Ngingas, Tempuran, Ngentak, sidander, dan Mangiran, yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi sosialnya sendiri.
Dalam konteks geografis, Padukuhan Gubug memiliki batasan-batasan wilayah. Di sebelah selatan, Padukuhan Gubug berbatasan dengan Padukuhan Sedayu yang masih berada dalam wilayah Desa Argosari. Di sebelah utara, padukuhan ini berbatasan dengan Padukuhan Blendung yang merupakan bagian dari Desa Sumbersari. Di sebelah barat, padukuhan ini berbatasan dengan Padukuhan Goser yang terletak di Kecamatan Moyudan. Sedangkan di sebelah timur, padukuhan ini berbatasan dengan Padukuhan Panggang yang merupakan bagian dari Desa Argomulyo.
Sebagian besar area di Padukuhan Gubug, yaitu sekitar 66,61% atau setara dengan 35,61 hektar, digunakan sebagai lahan pertanian. Lahan pertanian ini meliputi sawah, perkebunan, dan area pertanian lain yang mendukung produksi berbagai hasil bumi. Sementara itu, sekitar 23,88% atau 12,77 hektar digunakan sebagai lahan permukiman. Dominasi lahan pertanian ini mencerminkan betapa pentingnya kegiatan pertanian bagi kehidupan sehari-hari masyarakat di Padukuhan Gubug, dengan hasil-hasil bumi seperti padi, cabai, bawang merah, dan sayur-mayur yang menjadi produk utama dari aktivitas pertanian di kawasan ini.
Demografi Gubug
Padukuhan Gubug menampilkan gambaran demografis yang beragam dan dinamis, mencerminkan struktur sosial-ekonomi wilayah yang kompleks. Dengan total populasi 521 jiwa, terdiri dari 257 laki-laki dan 264 perempuan, daerah ini menunjukkan distribusi gender yang relatif seimbang. Komposisi usia untuk masyarakat Padukuhan Gubug juga sangat bervariasi, dengan kelompok terbesar berada pada usia 26-45 tahun, dimana hal ini menunjukkan ketersediaan tenaga kerja produktif yang substansial. Kelompok usia ini terdiri dari 85 laki-laki dan 90 perempuan. Kelompok usia signifikan berikutnya adalah 6-11 tahun dengan jumlah 70 laki-laki dan 64 perempuan, serta di atas 66 tahun dengan 57 laki-laki dan 41 perempuan, hal ini menggarisbawahi kebutuhan akan fasilitas pendidikan dan layanan untuk lansia.
Untuk distribusi geografis penduduk Padukuhan Gubug juga menunjukkan variasi menarik di berbagai RT. RT 50 tercatat sebagai wilayah terpadat, dengan 78 laki-laki dan 87 perempuan, sementara RT 52 memiliki jumlah penduduk terendah, dengan 36 laki-laki dan 41 perempuan. RT lain yang patut dicatat termasuk RT 51 (50 laki-laki, 61 perempuan) dan Area RT (64 laki-laki, 46 perempuan), serta untuk masyarakat yang menetap di Padukuhan Gubug, namun data administrasi belum berpindah ke Padukuhan Gubug terdapat sebanyak 29 laki-laki dan 29 perempuan. Hal ini menunjukkan persebaran penduduk yang beragam diseluruh wilayah Padukuhan Gubug.
Tak hanya itu, pendidikan memainkan peran krusial di Padukuhan Gubug, dengan angka mengesankan yaitu 87% penduduk (453 orang) telah menerima pendidikan formal. Statistik ini merupakan indikator positif bagi perkembangan sumber daya manusia di daerah ini. Penekanan pada pendidikan lebih lanjut tercermin dalam struktur pekerjaan, di mana pelajar dan pendidik membentuk bagian signifikan dari angkatan kerja. Terdapat 102 pelajar/mahasiswa dan 21 guru di antara populasi, menggarisbawahi fokus masyarakat pada kemajuan pendidikan.
Sedangkan untuk lanskap pekerjaan di Padukuhan Gubug sangat beragam, mencerminkan struktur ekonomi yang kompleks. Sektor swasta memainkan peran vital, dengan 86 penduduk bekerja sebagai wiraswasta dan 86 lainnya sebagai karyawan swasta. Selain itu, 72 penduduk bekerja sebagai buruh, menggambarkan keberagaman lapangan pekerjaan yang tersedia. Sektor pemerintahan formal diwakili oleh 24 Pegawai Negeri Sipil (PNS), memberikan stabilitas ekonomi bagi sebagian penduduk. Menariknya, 34 penduduk terlibat dalam mengurus rumah tangga, menekankan pentingnya ekonomi domestik.
Untuk kebutuhan kesehatan dan spiritual juga terpenuhi dalam komunitas, dengan 3 bidan/perawat dan 1 pastor yang melayani penduduk. Kehadiran 11 pensiunan dan 4 wirausaha menambah keragaman ekonomi. Namun, perlu dicatat bahwa 66 penduduk tercatat belum/tidak bekerja, yang mencakup anak-anak, lansia, atau mereka yang sedang mencari pekerjaan. Angka ini menunjukkan adanya tantangan ekonomi potensial yang perlu diatasi.
Potensi Gubug
Gubug dikenal sebagai dusun yang kaya akan potensi dalam sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan. Dengan tanah yang subur, masyarakat Gubug aktif dalam menghasilkan berbagai komoditas pertanian, termasuk padi, sayuran, dan buah-buahan. Selain itu, perkebunan lokal memberikan kontribusi signifikan melalui penanaman tanaman hortikultura dan rempah-rempah.
Di samping itu, Gubug juga memiliki industri yang berkembang, seperti pabrik furnitur yang memproduksi barang-barang berkualitas tinggi dan peternakan ayam yang menyediakan kebutuhan protein bagi masyarakat. Usaha lokal lainnya, termasuk usaha katering yang menyajikan masakan tradisional dan kerajinan tangan, semakin memperkuat ekonomi dusun ini. Semua potensi ini berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat Gubug dan mencerminkan komitmen mereka dalam mengelola sumber daya secara berkelanjutan.